H. Suharto, SE., MBA, Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Bengkulu dan Wakil Ketua DPRD Provinsi Bengkulu, Pray For Palestine, From Indonesia with Love (Foto : Herawansyah)
Indonesiainteraktif.com, Bengkulu -- Ternyata dalam suasana duka yang mendalam dan penderitaan bangsa Palestina oleh bangsa Yahudi, masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengerti prinsip berbangsa dan bernegara, sebagaimana disampaikan oleh H. Suharto, SE., MBA Ketua DPD Gerindra Bengkulu kepada awak media ini pada Senin (6/11/2023) di kediamannya di Bengkulu.
Menurut Suharto, Sejarah zionis Israel di Palestina adalah sejarah perampasan, pembunuhan, dan penjajahan yang dilakukan bangsa Israel kepada bangsa Palestina. Hal ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Sejarah kelam zionis Israel di Palestina adalah perampasan, pembunuhan, dan penjajahan yang dilakukan bangsa Israel kepada bangsa Palestina. Hal ini bertentangan dengan amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, karena dalam UUD 1945, yang jelas tertulis bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Artinya jelas bahwa kebijakan negara Indonesia membela rakyat Palestina untuk merdeka dari penjajahan Israel," kata Suharto, Minggu , (5/11/2023).
Lanjut Suharto,” Konflik ini dimulai pada 2 November 1917. Saat itu, Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour menulis surat untuk tokoh komunitas Yahudi Inggris bernama Lionel Walter Rothschild. Surat berisi 67 kata itu mengikat pemerintah Inggris mendirikan rumah nasional untuk orang Yahudi di Palestina. Termasuk untuk memfasilitasi pencapaian tujuan tersebut. Inti surat yang dikenal dengan nama Deklarasi Balfour itu membuat Eropa menjanjikan gerakan Zionis pada negara dengan 90% diisi oleh penduduk asli Arab Palestina,” ujarnya.
Ketegangan yang meningkat ini menjadi awal terjadinya Pemberontakan Arab pada 1936-1939. Pada April 1936, Komite Nasional Arab meminta warga Palestina melakukan pemogokan umum.
Ini membuat pembayaran pajak tertahan dan adanya boikot pada produk Yahudi. Semua dilakukan sebagai bentuk protes pada kolonialisme Inggris dan kedatangan warga Yahudi yang kian meningkat.
Pemogokan massal terjadi selama enam bulan. Namun dibalas Inggris dnegan melakukan penangkapan massal dan penghancuran rumah, praktik yang masih dilakukan Israel hingga kini.
Pemberontakan fase kedua yang dipimpin para petani Palestina terjadi pada 1937. Sementara paruh kedua pada 1939, Inggris mengerahkan 30 ribu tentara di Palestina dan mereka menjatuhkan bom melalui udara, memberlakukan jam malam, menghancurkan banyak rumah, penahanan administratif, dan pembunuhan massal.
Inggris juga berkerja sama dengan komunitas pemukim Yahudi. Mereka membentuk kelompok bersenjata dan pasukan kontra pemberontakan terdiri dari pejuang Yahudi bernama Pasukan Malam Khusus yang dipimpin Inggris.
Selama tiga tahun pemberontakan ribuan orang menjadi korban. Terdapat 5.000 orang Palestina terbunuh, 15-20 ribu orang terluka dan 5.600 dipenjara.
Menurut Suharto,” Perlawanan atau Intifada dalam bahasa Arab dilakukan Palestina pertama kali pada Desember 1987 di Jaluar Gaza. Ini dilakukan setelah empat warga Palestina tweas saat truk Israel bertabrakan dengan dua van yang membawa pekerja Palestina. Protes menyebar ke Tepi Barat dengan pemuda Palestina melemparkan batu ke tank dan tentara Israel. Inilah yang menjadi awal terbentuknya gerakan Hamas, cabang Ikhwanul Muslimin yang melakukan perlawanan bersenjata pada Israel. Israel tak tinggal diam dengan melakukan sejumlah aksi seperti pembunuhan mendadak, penutupan universitas, deportasi aktivis, dan penghancuran rumah,” ujar Suharto.
Akhirnya perlawanan itu berakhir setelah adanya Perjanjian Oslo tahun 1993. Saat itu juga dibentuk pemerintah sementara di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza, Otoritas Palestina (PA).
Perlawanan kedua Palestina terjadi 28 September 2000. Saat itu pemimpin oposisi Partai Likud Israel, Ariel Sharon, melakukan kunjungan provokatif ke kompleks Masjid Al Aqsa. Sejak saat itu, Israel diketahui terus menerus melakukan serangan militer berkepanjangan di Gaza, sehingga membuat banyak warga Palestina meninggal, termasuk anak-anak dan menghancurkan ribuan rumah, sekolah, dan gedung perkantoran.
SIKAP INDONESIA TERHADAP PERJUANGAN BANGSA PALESTINA
Memperhatikan bangsa Palestima yang terusir dari negaranya sendiri akibat zionis Israel, sebagai warga negara Indonesia yang taat, kita harus membela Palestina merdeka. Karena membela kemerdekaan Palestina adalah Amanat pendiri Bangsa dan Undang Undang Dasar 1945.
Pada 14 Mei 1948, Indonesia tercatat, mengutarakan tak akan pernah dan tak akan mau mengakui Israel sebagai negara. Keputusan itu dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia bertepatan dengan Israel memproklamirkan diri sebagai sebagai negara.
Sikap Indonesia jelas. Indonesia tak akan membuka hubungan diplomatik dengan. Pencaplokan wilayah Palestina yang dilakukan Israel tidak dapat dibenarkan. Bahkan Indonesia dengam tegas dan keras menolak keikutsertaan Israel pada Asian Games 1962.
“Bung Karno adalah sosok yang konsisten menyuarakan anti kolonialisme dan Imperialisme di muka bumi. Kemerdekaan Indonesia tak lantas membuatnya berpuas diri. Ia terus menggaungkan penolakannya terhadap penjajahan di atas bumi. Terutama di negara Afrika, Asia, dan negeri Arab,” kata Suharto
Lanjut Suharto,” Sebagai bentuk konsistensi, Bung karno tak mau mengakui Israel yang diproklamasikan David Ben-Gurion pada 14 Mei 1948. Hati Bung Besar terluka melihat bangsa Palestina terpaksa mengungsi, kerena tanah air mereka diduduki secara paksa oleh zionis Israel. Apalagi dibantu Amerika Serikat (AS) dan PBB,” ujarnya.
Dukungan terhadap Palestina, imbuh dia, acap kali disuarakan Bung Karno. Bahkan tak mengenal waktu. Tiap ada kesempatan memberikan dukungan, Soekarno tetap dengan narasi yang sama. Ia mengutuk keras pencaplokan wilayah yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina.
Sikap keras Bung Karno terhadap Palestina sesuai dengan amanat dalam pledoinya dihadapan pengadilan Hindia-Belanda. Ia tak saja menggelorakan anti kolonialisme dan Imperialisme, tapi juga menyerukan perlawanan terhadapnya.
Puncaknya, dukungan Bung Karno terhadap Palestina dari sikap Indonesia yang menolak keikutsertaan Israel dalam penyelenggaraan Asian Games 1962. Sikap itu mendapatkan kecaman dari International Olympic Committee (IOC) karena mencampur politik dalam olahraga. Indonesia lalu diminta untuk meminta maaf atau keanggotaan Indonesia dalam IOC dicabut.
Bung Karno tidak mau meminta maaf, bahkan Bung Karno justru bangkit melawan. Beliau pun mencanangkan gelaran Olimpiade tandingan. Games of The New Emerging Forces (Ganefo), namanya. Olimpiade tandingan itu pun sempat menggemparkan dunia.
"Mereka berharap kita menjadi lemas dan mohon dibolehkan masuk kembali. Dikira kita ini bangsa apa? Kita bukan bangsa tempe. Saya perintahkan kepada Menteri Maladi untuk keluar dari IOC. Segera bentuk Games of The New Emerging Forces. Yaitu, gabungan dari negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin, dan negara-negara sosialis,” sebagaimana disampaikan Bung Karno.
“Ganefo yang akan kita selenggarakan nanti adalah olahraga dari keluarga sendiri dari satu kandung. Saya perintahkan segera bikin Ganefo. Ini bukan sekadar perintah Presiden, tapi perintah seluruh rakyat Indonesia," tegas Soekarno dalam pidatonya di Konferensi Besar Front Nasional pada 13 Februari 1963.
Dari berbagai sumber oleh :
Dr. Ir. H. Herawansyah, S.Ars., M.Sc., MT., IAI., adalah Journalist, Doctor of Philosophy in Social and Political Science, Airlangga University, Surabaya. Expert in Political Science, Political Communication and Social Media.
Editor :
Adv. Rindu Gita Tanzia Pinem, SH., MH - Journalist, Bachelor of Law and Master of Law, Bengkulu University, Bengkulu.