[Part-2]
IndonesiaInteraktif.com, Bengkulu — Skandal pengelolaan Mega Mall di jantung Kota Bengkulu terus menyeret nama-nama besar di lingkar kekuasaan. Setelah [Part-1] mengungkap bagaimana proyek ini bermula dan siapa saja yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kini publik disodori fakta mengejutkan: hampir 20 tahun beroperasi, tidak satu rupiah pun dana bagi hasil masuk ke kas Pemerintah Kota Bengkulu.
Padahal, dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemkot Bengkulu dan pihak pengelola, tertera jelas skema bagi hasil:
• 30% keuntungan bersih diberikan ke Pemkot setelah 20 tahun operasi pertama.
• 60% keuntungan bersih untuk 20 tahun berikutnya.
Namun, kritikan keras datang dari banyak kalangan: mengapa harus menunggu 20 tahun untuk mendapatkan hak daerah? Ditambah lagi, pembayaran sisa unit oleh Pemkot menjadi beban yang justru berpotensi merugikan keuangan daerah.
Stagnasi Revisi, Tanggung Jawab Siapa?
Upaya revisi MoU telah dimulai sejak masa Wali Kota Ahmad Kanedi, tapi macet hingga dua periode kepemimpinan Wali Kota Helmi Hasan. Ketua Pansus Aset DPRD Kota Bengkulu kala itu, Heri Ifzan, pernah menyoroti lambannya proses ini :
“Kalau Pemkot lamban menyelesaikan revisi, maka bisa ditempuh jalur hukum. Tahun ini (2015) harus tuntas,” tegasnya kala itu.
Faktanya? Hingga kontrak mendekati masa akhir pada 24 Desember 2024, revisi tak kunjung rampung. Justru, permasalahan kian kompleks dan menyeret dugaan penyimpangan ke ranah pidana.
Audit, Kajian, Tapi Nol Realisasi
Menjelang kontrak habis, Pemkot mencoba melakukan audit terhadap omzet dan struktur pengeluaran Mega Mall/PTM. Asisten I Pemkot Bengkulu, Eko Agusrianto, pada Januari 2024 mengatakan bahwa audit dilakukan secara terpisah oleh masing-masing pihak.
Namun hasil audit itu belum pernah dipublikasikan secara transparan. Padahal, audit seharusnya menjadi landasan utama untuk menentukan:
• Apakah pengelola sudah break even point (BEP)?
• Seberapa besar keuntungan bersih?
• Apa dasar logis menunda pembagian hasil selama 20 tahun?
Klaim Pengelola: Kami Tak Gunakan APBD
Di sisi lain, pengelola Mega Mall, Zulkifli Ishak, SE, menyampaikan bahwa proyek ini murni investasi swasta, tanpa dana APBD:
“Uang kami sendiri yang membangun Mega Mall. Nilainya mencapai Rp97 miliar. Tidak ada satu sen pun dari APBD.”
Namun klaim ini justru memunculkan pertanyaan besar:
Jika murni investasi, mengapa lahan milik Pemkot menjadi jaminan ke bank hingga berisiko disita?
Skema BOT atau BOOT, atau… Sesat Kontrak?
Proyek ini kabarnya menggunakan sistem Build-Operate-Transfer (BOT) atau Build-Own-Operate-Transfer (BOOT). Dalam praktik internasional:
• BOT: Pemerintah tetap pemilik aset, swasta hanya mengelola.
• BOOT: Swasta memiliki aset sementara, sebelum diserahkan ke publik.
Namun indikasi yang terjadi di Mega Mall lebih rumit:
• Lahan negara diduga diubah menjadi HGU lalu dipecah dua.
• HGU dijadikan jaminan ke bank.
• Jaminan dialihkan berkali-kali, bahkan disebut sebagai alat untuk menghindari kebangkrutan.
Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya kelalaian administratif, tapi ada indikasi kuat terjadinya maladministrasi dan penyalahgunaan aset negara.
Siapa Bertanggung Jawab?
Kasus ini bukan hanya urusan hukum pidana yang kini sedang diusut Kejati Bengkulu. Ini soal kelalaian kolektif selama tiga kepemimpinan Wali Kota, terutama di era Helmi Hasan (2013–2023) yang menjabat selama satu dekade penuh, namun tak mampu menyelesaikan revisi, menarik bagi hasil, atau bahkan menuntut pengelola.
Saat ini, barulah pihak Kejati mulai membongkar seluruh dokumen, menggeledah kantor hukum Pemkot, BPKAD, dan ruang Mega Mall. Ratusan dokumen dan perangkat komputer telah diamankan.
Selanjutnya…
Di edisi [Part-3], tim redaksi akan mengulas lebih dalam:
• Aliran dana sewa lapak Mega Mall.
• Status hukum lahan yang menjadi jaminan bank.
• Dugaan keterlibatan oknum pejabat dalam penghilangan aset negara secara sistemik.
[Tim Redaksi IndonesiaInteraktif.com]
Catatan Redaksi:
Berita ini adalah bagian pertama dari laporan investigasi khusus “Kasus Mega Mall Bengkulu.” Redaksi membuka ruang hak jawab kepada semua pihak yang disebut dalam pemberitaan ini sesuai amanat Pasal 5 Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999.
📌 Redaksi IndonesiaInteraktif.com
🛑 Media lain yang ingin mengutip berita ini WAJIB mencantumkan sumber
Judul: Kasus Mega Mall: Pembiaran dan Diduga Tidak 1 Rupiah pun Dana Bagi Hasil Masuk Ke Kas Pemerintah Kota Bengkulu
[Part-2]
Diterbitkan pertama: 18 Juni 2025