Kasus Mega Mall: Pembiaran dan Dugaan Penghilangan Aset Negara Secara Sistemik
[Part-3]
IndonesiaInteraktif.com, Bengkulu — Skandal Mega Mall di Kota Bengkulu kian menyeruak ke permukaan. Setelah membahas kronologi pembangunan dan polemik MoU antara Pemkot dan pengelola Mega Mall, edisi Part-3 kali ini akan mengungkap secara lebih mendalam sejumlah indikasi kuat praktik pelanggaran yang melibatkan aliran dana sewa, status hukum lahan, dan dugaan keterlibatan oknum pejabat yang berpotensi menyebabkan hilangnya aset negara secara sistemik.
1. Aliran Dana Sewa Lapak: Uang Mengalir, Kas Daerah Kosong
Mega Mall yang telah beroperasi lebih dari 15 tahun dihuni oleh ratusan penyewa (tenant) yang secara aktif membayar sewa lapak tiap bulannya. Namun, ironisnya, hasil investigasi menyebutkan tidak satu rupiah pun dana bagi hasil dari aktivitas sewa menyewa ini yang masuk ke Kas Pemerintah Kota Bengkulu.
Dugaan kuat menyebutkan adanya aliran dana sewa langsung ke rekening pengelola tanpa sistem transparansi. Hal ini menguatkan pernyataan Kejati Bengkulu bahwa terjadi perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan Mega Mall.
Bahkan, laporan audit internal dan eksternal hingga kini tak pernah diumumkan secara terbuka ke publik maupun ke DPRD. Sumber dari lingkaran Pemkot menyebutkan bahwa pihak pengelola kerap menolak transparansi omzet dan hanya menyampaikan laporan versi mereka sendiri.
2. Status Hukum Lahan: Dari Aset Negara Jadi Jaminan Bank
Lahan Mega Mall yang semula tercatat sebagai milik Pemerintah Kota Bengkulu, diduga diubah status hukumnya secara sepihak oleh pihak pengelola menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) bahkan Hak Guna Usaha (HGU), tanpa melalui prosedur pemindahtanganan aset negara sesuai peraturan perundang-undangan.
Lebih mengejutkan, lahan tersebut kemudian dijadikan jaminan pinjaman bank oleh pihak investor swasta. Tidak hanya satu kali, jaminan ini disebut ditake over beberapa kali ke bank dan lembaga keuangan berbeda, mengindikasikan adanya pengelolaan keuangan yang kacau, serta potensi pengalihan aset secara ilegal.
Jika pihak swasta gagal memenuhi kewajiban pembayaran, maka lahan negara tersebut berisiko disita oleh pihak ketiga, menyebabkan hilangnya aset Pemkot secara permanen.
3. Dugaan Keterlibatan Pejabat dalam Penghilangan Aset Negara
Data dan temuan investigasi menyebutkan adanya dugaan keterlibatan sejumlah oknum pejabat, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak menjabat, dalam proses pemindahtanganan, pembiaran, hingga penghilangan aset negara secara sistemik.
Praktik ini disebut sudah berlangsung lintas periode pemerintahan, dimulai dari era Wali Kota Chalik Effendi, berlanjut ke masa Wali Kota Ahmad Kanedi, dan terus berlanjut selama dua periode kepemimpinan Wali Kota Helmi Hasan yang kini menjabat sebagai Gubernur Bengkulu.
Selama lebih dari 20 tahun, tidak ada upaya konkrit menindak lanjuti ketentuan MoU atau menghentikan pengelolaan yang cacat hukum ini.
Apakah ini hanya kelalaian, atau justru pembiaran terstruktur yang mengarah pada kejahatan penghilangan aset negara? Pihak Kejati Bengkulu saat ini tengah mendalami aliran dana, kepemilikan perusahaan, serta hubungan antara pihak pengelola dan sejumlah pejabat daerah.
Lanjut ke [Part-4]: Aset Rakyat yang Terancam Hilang
Di edisi berikutnya, Tim Redaksi IndonesiaInteraktif.com akan mengulas:
• Analisis yuridis dari pakar hukum soal Mega Mall dan pelanggaran prinsip BOT/BOOT.
• Dampak kerugian bagi rakyat dan Pemkot Bengkulu.
• Rekomendasi tindakan hukum yang bisa diambil.
[Tim Redaksi IndonesiaInteraktif.com]
Bagi pihak media lain yang akan mengutip tulisan kami di atas, wajib mencantumkan sumber:
Sumber kutipan:
Indonesiainteraktif.com
Judul: Kasus Mega Mall: Pembiaran dan Dugaan Tidak 1 Rupiah pun Dana Bagi Hasil Masuk Ke Kas Pemerintah Kota Bengkulu [Part-3]
Diterbitkan pertama pada tanggal 17 Juni 2025