Langgar Aturan Tersangkakan Anggota TNI, Wakil Ketua KPK Johanes Minta Maaf

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di KPK mengaku telah terjadi kekeliruan dalam proses hukum terhadap HA dan ABC yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi terkait barang dan jasa (Foto : Rudi Riyanto)

 

Aa

 

Indonesiainteraktif.com, Jakarta -- Setelah mengaku melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap  Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfian (HA) dan Korsmin Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) beserta 6 orang lainnya pada Selasa (25/7/2023) di dua lokasi, Cilangkap, Jakarta Timur dan Jatisampurna, Bekasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akhirnya meminta maaf kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI), karena apa yang telah mereka lakukan tersebut merupakan suatu kekeliruan.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di KPK mengaku telah terjadi kekeliruan dalam proses hukum terhadap HA dan ABC yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi terkait barang dan jasa.

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan ada kelupaan, bahwa bahwa manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK. Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur ada empat lembaga peradilan, peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di KPK, Jumat (28/7/2023).

Lanjut Johanis, tindak pidana yang dilakukan anggota TNI sejatinya ditangani khusus oleh TNI. Dia mengakui ada kekhilafan dari penyidik KPK.

"Di sini ada kekeliruan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, dalam rapat sudah menyampaikan teman-teman TNI sekiranya bisa disampaikan ke Panglima TNI atas kekhilafan ini mohon dimaafkan," ujar Johanis.

Johanis berharap kerja sama antara KPK dan TNI makin baik. Johanis juga mengatakan TNI memiliki kewenangan dalam tindak pidana terkait perikanan.

"Dalam konteks tentang perikanan TNI juga aparat penyidik dalam penanganan perkara perikanan. Oleh karena itu, kami dari jajaran lembaga pimpinan KPK berserta jajaran sudah menyampaikan permohonan maaf melalui pimpinan dan Puspom untuk disampaikan ke Panglima," pungkas Wakil Ketua KPK tersebut.

Beberapa waktu sebelumnya, dalam konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko menilai OTT dan penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC), tidak sesuai dengan prosedur.

"Kami terus terang keberatan kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer. Karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri. Namun, saat press conference ternyata statement itu keluar, bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas Marsdya HA ditetapkan sebagai tersangka," kata Agung di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat.

Agung mengatakan pihaknya malah mengetahui soal penangkapan terhadap Letkol Adm Afri Budi Cahyanto dari pemberitaan di media.Yang bersangkutan kemudian diserahkan KPK ke Puspom TNI setelah 1x24 jam dengan status tahanan KPK.

Untuk kedepannya, Agung berharap lembaga antirasuah bisa lebih kooperatif dengan pihak TNI karena ada perbedaan prosedur penanganan antara warga sipil dan personel militer. Meski demikian, Agung menegaskan dirinya akan sepenuhnya bekerja sama dengan KPK untuk memberantas korupsi khususnya di lingkungan militer. 

"Jadi mari kita bersama-sama bersinergi untuk pemberantasan korupsi dan TNI sangat mendukung pemberantasan korupsi. Jadi jangan beranggapan kalau diserahkan TNI akan diamankan. Tidak. Silakan, kita akan melaksanakan penyidikan secara terbuka. Rekan-rekan media bisa memonitor," tuturnya.

Sebelumnya, Rabu (26/7), KPK telah menetapkan Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) sebagai tersangka oleh KPK lantaran diduga menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari beberapa proyek pengadaan barang di Basarnas pada rentang waktu 2021-2023.

 

Writer :

Dr. Ir. H. Herawansyah, S.Ars., M.Sc., MT., IAI., - Journalist, Doctor of Philosophy in Social and Political Science, Airlangga University, Surabaya. Expert in Political Science, Political Communication and Social Media.

Editor : 

Adv. Rindu Gita Tanzia Pinem, SH., MH - Journalist, Bachelor of Law and Master of Law, Bengkulu University, Bengkulu.