Indonesiainteraktif.com -- Rumah adat tidak sekadar tempat tinggal, tetapi juga cerminan jati diri dan nilai budaya suatu daerah. Salah satu warisan arsitektur yang sarat makna itu adalah Rumah Adat Bubungan Lima dari Provinsi Bengkulu, Pulau Sumatera.
Dinamakan Bubungan Lima karena bentuk atapnya yang bertingkat-tingkat dan khas. Awalnya menggunakan ijuk pohon enau, kini banyak yang menggantinya dengan seng. Rumah ini ditopang sekitar 15 tiang kayu setinggi 1,8 meter, menjadikannya kokoh dan tahan gempa. Jumlah tiang ganjil pun dipercaya memiliki makna spiritual dalam kepercayaan masyarakat setempat.
Fungsi rumah ini tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga pusat berbagai kegiatan adat seperti pernikahan, kelahiran, penyambutan tamu, hingga upacara kematian. Kolong di bawah rumah dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan hasil panen, alat pertanian, dan kandang ternak.
Struktur rumah terbagi menjadi tiga bagian:
-
Atas, tempat menyimpan pusaka sakral sebagai simbol hubungan manusia dengan Tuhan.
-
Tengah, area utama dengan berbagai ruang seperti berendo (ruang tamu), hall (upacara adat), bilik gadis (kamar anak perempuan), hingga dapur, mencerminkan keharmonisan hubungan sosial.
-
Bawah, ruang penyimpanan yang melambangkan keharmonisan dengan alam.
Setiap sudut rumah dihiasi ukiran khas seperti bunga raflesia, pucuk rebung, dan pohon hayat, yang masing-masing sarat makna. Bahkan, pada pintu masuk terdapat gambar buraq sebagai simbol keteguhan iman.
Dengan konstruksi kayu tanpa paku dan ornamen penuh simbol, Rumah Bubungan Lima bukan sekadar bangunan tradisional, tetapi representasi filosofi hidup masyarakat Bengkulu: hubungan yang erat dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam sekitar. Warisan budaya ini menjadi saksi perjalanan sejarah sekaligus identitas yang patut dijaga keberadaannya. (ii)